PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI)
19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
Tanggal 19 Desember 1948 Jam 06.00 Pagi Yogyakarta Ibukota RI diserang Belanda, satu jam kemudian 07.00 Pagi Bukittinggi di Sumatera yang disebut-sebut sebagai Ibukota RI kedua diserang Belanda pula.
Jam 09.00 Sukarno-Hatta memimping sidang kabinet memutuskan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang berada di Sumaterauntuk emmbentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatera. Satu jam kemudian Sukarno-Hatta ditawan Belandan dan dibuang ke Pulau Bangka. Jam 09.00 pagi itu pula Syafruddin bersama Tgk. Moh. Hasan dkk mengadakan perundingan dan karena keadaan genting dilanjutkan sore harinya.
Tanggal 19 Desember 1948 Jam 18.00 sore di Bukittinggi terbentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Mr. Syafruddin Prwiranegara dan wk. Ketua Tgk.Moh. Hasan.
Tanggal 22 Desember 1948 jam 04.30 shubuh di Halaban Payakumbuh diumumkan terbentuknya PDRI tsb lengkap dengan susunan kabinetnya. Setelah pengumuman tersebut Syafruddin dan rombongan berangkat menuju bangkinang untuk ke pekanbaru, tapi demi keamanan perjalanan dialihkan ke kiliran jao, Sugnai Dareh, Muaro labuh, Bidar Alam dan sumpur kudus. Moh. Rasyid menuju suliki bermarkas di kototinggi, sedang kol Hidayat mengarah ke utara, Bonjol Pasaman, Tapanuli Selatan terus ke Aceh. Di Jawa dibentuk komisariat PDRI dipimpin Mr. Susanto Tirtoprojo, Jenderal Sudirman diangkat menjadi panglima angaktan perang PDRI. Terjadi peristiwa penting dalam sejarah perang gerilya Serangan Satu Maret dibawah pimpinan Kol Suharto, 6 Jam Yogyakarta dikuasai.
Tanggal 14 April 1949 ditengah tengah suasana perang gerilya, Sukarno-Hatta dari pengasingan Bangka menugaskan Mr.Muh.Roem untuk mengadakan perundignan dengan Van Royen dari pihak Belanda. 7 Mei 1949 lahir Roem-Royen statement. Menyikapi Roem-Royen statement tersebut tanggal 14 Juni 1949 PDRI mengadakan MUBES di Sumpur Kudus mengambil 4 keputusan penting yang cukup berbeda.
Tanggal 6 Juli 1949 Delegasi Natsir beranggotakan Dr. Leimena, dr Halim dan Agus Yaman diutus oleh Sukarno-Hatta untuk mengadakan perundingan dengan delegasi Syafruddin (PDRI) bertempat di Padang Jopang, Tujuh Koto Talago, Payakumbuh, Kab. Limapuluh kota. Perundingan berjalan alot mulai selesai sholat isya sampai menjelang shubuh, dimana Roem-Royen statement dan hasil MUBES SUMPUR KUDUS mengemuka. Hampir-hampir perundingan dead lock, namun setelah Leimena, Halim dan Natsir silih berganti menyampaikan bahwa sekarang ini nasib republik sedang dipertaruhkan. Akhirnya lk jam 04.00 menjelang subuh baru sjafruddin menaytakan bersedia ikut kembali ke Yogyakarta untuk menyerahkan kembali mandat PDRI.
Tanggal 7 juli 1949 PDRI mengadakan Rapat umum perpisahan dengan masyarakat di lapangan koto kociak padang japang, dan Tanggal 8 juli 1949 Sjfruddin dan Natsir beserta rombongan meninggalkan Padang Jopang menuju Payakumbuh-Bukittinggi-Padang-Jakarta dan Yogyakarta. Tanggal 10 juli Sjafruddin dan rombongan Sampai di Yogyakarta, dan bersamaan waktunya Jenderal Sudirman pun sampai di Yogyakarta. Tanggal 13 Juli 1949 dalam satu sidang kabinet khusus, Sjafruddin Prawinegara, “Sang Presiden Darurat” menyerahkan kembali mandat PDRI kepada Sukarno-Hatta . Berakhirlah tugas perjuangan PDRI.
Perjuangan dilanjutkan melalui konferensi meja bundar (KMB) di negeri Belanda, Kemudian tanggal 27 Desember 1949 Republik Indonesia Serikat (RIS) Terbentuk. RIS hanya bertahan lebih-kurang 8 bulan, dan melalui mosi integral Moh.Natsir di Parlemen RIS maka pada tanggal 17 agustus 1950 Presiden Sukarno mengumumkan terbentuk nya Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kemudian Tanggal 6 september 1950 Moh.Natsir mengucapkan sumpah menjadi perdana Menteri Pertama NKRI tersebut.
Dengan KEPPRES Nomor 28 Tahun 2006 : 19 Desember Hari
Terbentuknya PDRI ditetapkan Sebagai
“HARI BELA NEGARA”
Terbentuknya PDRI ditetapkan Sebagai
“HARI BELA NEGARA”
Sumber : Ismael Hassan library
Direvisi oleh zahra_keriting@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar